Merah darah
yang terpercik dengan raungan tangis si kecil itu
Tidak pernah dihulur dengan senyuman dan dakapan
yang suam darinya
Aku tidak
akan pernah tahu
apa erti
menjadi seorang yang begitu bertuah
aku saksi
pada pagi
yang menjelma
walaupun
tidak pernah merasa mewah
kudrat muda
sehingga tuanya mencukupi...
membekali...
mengisi
setiap kekosongan agar tiada yang buruk menembusi.
pergi dan
datang dalam kegelapan
khusus untuk
membentang perjalanan yang baik untuk ditelusuri...
bukan ruang
untuk dikecam ketiadaan
menjadi anak
yang kononnya kurang kasih sayang
bahkan
menjadi suluh untuk diteladani
agar
ketabahan itu menjadi benih...
kepayahan
itu menjadi batang yang menjalar tinggi...
impian itu
menjadi pucuk yang mencapai mentari...
aku saksi
pada sudut
dan waktu yang paling kelam
ada rentak
pada degup jantung yang kepedihan
diselimuti
senyuman dalam suara yang serak memuji kebesaran
lukisan
tangis pada wajah yang keletihan
dan tanpa
sedar
singgah
kucupan si kecil yang mengerti dalam kekerdilan
dan berjanji
dalam suara yang begitu perlahan
aku saksi
dalam sendirian
menyepadu kekuatan
menjadi
segalanya dalam keterbatasan...
keterkilanan
yang disimpan terlalu dalam...
kekosongan
namun memenuhkan
apa yang
tiada sehingga ada
buat si
kecil betapa tiada tara...
aku saksi
kehilangan
bukan alasan
untuk
dihambur kekecewaan
untuk
dicipta kebinasaan...
ia disaluti
bunga-bunga putih
pada batang
yang sebenarnya letih mendaki
tampak indah
tanpa mencacati
pokok besar
hutan duniawi...
andai sahaja
aku tidak
pernah memiliki
aku saksi...
aku pasti
menjadi pucuk
yang akan
mati
puisi dipetik daripada penulisan yang belum siap...
ReplyDelete